DM: Epitaph, Rindu Adik pada Kakaknya

Posted by penganyamkata on August 11, 2010 under Ulasan | Be the First to Comment

Resensi Novel Epitaph | #8

Diposting: Sabtu, 16 Januari 2010 / 05:09:51 | Oleh: annida | Kategori: Berita Penulis

Annida-Online—Ada banyak cara seseorang memaknai sebuah kematian. Daniel Mahendra, penulis novel trilogy Epitaph, memilih menorehkan perspektifnya mengenai kematian lewat sebuah karya. Bermula dari rasa rindunya pula, DM, begitu ia biasa disapa, selalu mengingat proses kematian.

“Epitaph berbicara mengenai kematian. Tapi jauh di balik itu, makna yang ingin saya hadirkan dari sebuah kematian bukan sekadar kematian, tapi juga kehidupan, pemanusiaan, dan cinta. Epitaph mewakili itu semua, juga mewakili rasa rindu adik, kepada kakaknya yang hilang,” ungkap DM.

Novel pertama dari trilogi Epitaph ini memang diangkat dari kejadian nyata. Sang kakak, Diaz, adalah sumber inspirasi penulisnya. Novel yang penuh dengan nuansa kematian ini bertutur tentang kisah cinta Laras, mahasiswi IKJ, dan Haikal yang harus dipisahkan oleh sebuah kecelakaan helikopter. Romansa percintaan ini dikemas dalam liku misteri karena kecelakaan helikopter yang dialami oleh sang tokoh utama dalam sebuah pengambilan gambar film dokumenter di Pegunungan Sibayak, Medan, pada pertengahan 1994 lalu, ditutup-tutupi dari pemberitaan media.

“Tokoh Laras adalah kakak saya tercinta; Diaz. Ada kejadian lain yang selalu membangkitkan saya untuk menyelesaikan novel ini saat mengenang kepergian kakak saya tersebut,” jelas DM.

Menurut DM, hal yang selalu menyisakan kesedihan adalah perlakuan tak semena-mena dari petugas militer setempat yang diterima oleh keluarganya saat membawa pulang jenazah sang kakak yang ditemukan dua tahun pascakecelakaan. Tak banyak yang tahu tentang peristiwa tersebut karena salah satu syarat yang diajukan oleh petugas adalah dengan menyimpan rapat-rapat peristiwa tersebut dari media.

“Ini yang saya tuangkan pula dalam Epitaph, sehingga Epitaph juga tengah menyajikan cerita tentang kemanusiaan,” imbuh DM.

Meskipun diilhami oleh kisah nyata yang dialami oleh sang penulisnya, DM mengakui bahwa karyanya ini hanyalah sebuah novel, yang artinya tak semua bagian dalam novel ini benar nyata adanya. Ada bagian-bagian di mana ia menggunakan imajinasinya sebagai seorang penulis. “Bagian mana yang fiktif dan fakta, silahkan menilai dan membacanya sendiri,” ujar DM penuh teka-teki.

Namun yang terpenting, kombinasi antara imajinasi dan fakta yang dirasakan oleh DM sendiri telah menghadirkan Epitaph sebagai novel yang bukan sekadar humanis, tapi juga turut menggugah emosi setiap pembacanya. [nyimas]

Comments are closed.