Perasaan Seorang Pseudonim
Ulasan Novel Pseudonim | #03
Sudury Septa Mardiah
Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Pasundan, Bandung
Wipra Supraba, seorang penulis novel yang memutuskan untuk ‘tutup buku’ atau pensiun dari profesinya. Berbagai macam alasan membuatnya mantap untuk menghentikan langkahnya menjadi novelis. Mulai dari tulisan yang sering ditolak, honor yang tidak jelas ke mana menguapnya, tersendat dalam hal produksi dan promosi, tidak ada penghasilan yang jelas setiap bulannya, dll. Maukah kamu menjadi seorang penulis?
Tak sampai di sana, belum lagi ‘jam kerja’ yang tak lazim bisa membuat orang bingung bahkan menyangkanya sebagai seorang pengangguran. Lazimnya di negeri ini orang yang memiliki pekerjaan itu berangkat kerja di pagi hari, kemudian pulang pada sore hari. Aktivitasnya lebih banyak di luar ketimbang di rumah. Sedangkan penulis? Jarang keluar rumah, bekerja seringnya sampai begadang dan baru terlelap di pagi hari. Masih inginkah kamu menjadi seorang penulis?
Meskipun banyak naskah bertuliskan namamu telah terbit, mulai dari novel, cerpen, puisi tetapi para tetangga masih sangsi atas profesimu. Apalagi jika karya yang dihasilkan menggunakan pseudonim. Tetangga dan keluarga pun akan semakin ragu dengan profesimu. Masih beranikah kamu memilih jalan hidup sebagai penulis?
Pseudonim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah nama yang digunakan seseorang, seperti penulis, pengarang, untuk menyembunyikan identitas sebenarnya; nama samaran. Kata itu dipakai sebagai judul novel Daniel Mahendra. Bercerita tentang Wipra atau akrab disapa Pra yang menjadi ghostwriter sebuah sekenario sinetron dan FTV. Banyak judul sinetron dan FTV yang tayang di layar kaca dan sempat pula mendapat rating tinggi namun nama Wipra Supraba tak pernah melambung di dunia penulis skenario.
Justru Pra yang melambungkan nama Satar dan Landung sebagai penulis skenario. Begitulah kiranya ‘nasib’ menjadi seorang ghostwriter yang bekerja secara sembunyi-sembunyi. Sukses karyaanya tapi tak tenar namanya karena karyanya dibuat atas nama orang lain. Sebelum menggeluti dunia menulis skenario sinetron dan FTV, Pra sempat bekerja menjadi seorang supir travel dan penulis skenario animasi 3D yang akhirnya kandas karena keadaan memaksa perusahaan tersebut berhenti produksi.
Konflik yang ada dalam novel ini cukup banyak. Mulai dari keluarga, perempuan, hingga terseret ke penjara. Alur ceritanya pun mundur maju, pada bagian satu penulis seolah dengan sengaja membuat pembuka cerita yang membuat pembacanya akan bertanya-tanya dan jawabannya baru ditemukan di bab-bab akhir. Awal yang cukup menegangkan dan membuat dahi berkerut! Sekaligus tak sabar untuk mengikuti jalan ceritanya.
Dibandingkan dengan novel Daniel Mahendra atau DM sebelumnya, pada novel Pseudonim terdapat kejutan-kejutan di beberapa cerita. Seperti pada cerita saat polisi datang dan menyeretnya dalam sebuah kasus, kemudian tentang Radesya Dewantari, perempuan yang ditemui Pra di kedai kopi apartemennya, dan endingnya pun mengejutkan. Bagi pembaca yang telah membaca novel DM sebelumnya, seperti Niskala, maka akan menemukan beberapa bagian cerita yang tak asing bahkan bisa ditebak.
Tetapi novel ini tak melulu bercerita soal profesi penulis, namun ada pula kisah percintaan saat Wipra memiliki lima kekasih sekaligus. Tentu saja (untungnya) kelima kekasih Pra tinggal di kota berbeda. Mereka adalah Kemala, Luska, Kirana, Alinka, dan Pradnya. Kelima kekasihnya memiliki sifat yang berbeda dari yang dewasa sampai agak kekanakan pun ada. Satu hal kesamaannya mereka semua bergelut dalam dunia kesenian.
Siapa nyana, meskipun novel ini mengisahkan penulis, tetapi segelintir cerita perjalanan pun tak luput pada novel ini, khasnya. Hanya saja dalam novel ini perjalanan yang diceritakannya adalah saat mengunjungi kelima kekasihnya yang tinggal di Jakarta, Bali, Yogjakarta, Bandung, dan Surabaya berturut-turut.
Gaya penulisannya yang khas membuat pembaca seolah sedang bersama tokohnya saat itu juga. Penggambaran situasi, suasananya sangat jelas sehingga pembaca tak hanya seolah membaca cerita tapi melihatnya juga. Kosakatanya beragam sehingga tidak membuat pembaca bosan dengan kata-kata yang itu-itu saja.
Hanya saja beberapa cerita di dalamnya mudah ditebak meskipun tak jarang ada kejutan lain. Bagi pembaca yang telah membaca karya DM sebelumnya agak mudah menebaknya. Tapi bukan berarti jadi tidak asyik untuk mengikuti ceritanya sampai selesai.
________________________________
Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini didapat langsung dari penulis.